Jumat, 20 Maret 2015

7 Tempat yang Wajib Dikunjungi di Sekitar Keraton Yogyakarta (5)

Situs Tamansari


   Tempat yang satu ini tidak kalah megah dan indahnya. Pesanggrahan Taman Sari melukiskan betapa indahnya arsitektur bangunan kerajaan pada masa silam. Terbayang dalam pikiran saya bahwa seni yang terkandung dalam tiap ornament dari tembok taman sari memiliki makna mendalam dan penerapan ilmu pengetahuan tentang seni tingkat tinggi.
   Terbukti keindahan dan kemegahan bangunan masih bisa dinikmati dan masih terjaga hingga kini. Meskipun beberapa puing bangunan pada bagian belakang tempat ini terpisah dari keutuhannya, bayangan akan megahnya bangunan ini terbayangkan. Patut saja jika bangunan yang membentang seluas 10 hektar ini menjadi situs nomor 19 di dunia sebagai cagar budaya yang harus dilindungi.
   Tepat jam 2 siang kendaraan yang saya bawa terpakir di lahan parkir yang telah disediakan bagi pengunjung. Sistem parkir disini saya harus membayar diawal sebesar 3000 rupiah. Saya pun berjalan menuju pintu gerbang masuk tempat wisata ini. Dihadapan saya terpampnag tembok setinggi 5 meter menutupi bagian belakang tempat ini. Tembok ini bukanlah tembok yang biasa-biasa saja. tembok ini berseni tinggi karena bentuknya yang tidak biasa. Saya harus membeli tiket seharga 5000 rupiah di tempat yang berada di samping kanan pagar masuk.
   Setelah tiket ditangan, saya pun menuju lorong yang dijaga oleh para penjaga tiket. Panjang lorong hanya 2 meter. Diujung lorong saya menuruni tangga dan langsung berhadapan dengan 2 buah kolam besar berisi air berwarna biru. Masing-masing sudut kolam terdapat ornament kolam yang memancurkan air. Air kolam ini mengalir oleh mesin air yang terletak di samping kolam bagian utara.
   Saya menuju sisi selatan bangunan. Di sisi sini juga terdapat kolam yang cukup luas. Tidak seperti kolam sebelumnya yang terbagi menjadi dua bagian, kolam disisi selatan terdiri satu kolam utuh. Ada tangga menurun menuju kolam sehingga kaki kita bisa merasakan hangatnya air siang itu. 
   Menginjak ke bagian belakang suasana cukup lengang. Dibagian ketiga dari taman sari berupa tanah lapang. Disini lalu lalang beberapa wisatawan local dan wisatawan mancanegara bersama tour guidenya. Saya pun melihat sebuah ruang gallery lukisan. Saya sempat untuk masuk dan meminta ijin mengambil foto atau video. Namun ternyata ruang ini beserta isinya terprivatisasi. OK, tidak apa-apa.
   Taman sari begitu luas. Namun, pada bagian tertentu bangunan ini sudah dipadati rumah penduduk. Saya mencoba ke luar dari area ini menuju pintu yang membatasi bagian Tamansari dengan rumah penduduk. Karena saya merasa haus, saya sempatkan membeli sebotol minuman di sebuah rumah yang persis berdampingan dengan bangunan ini.
   Rumah ini bukanlah rumah biasa. Meskipun menjual minuman dari dalam kulkas yang terpajang didepan rumah, namun usaha intinya adalah lukisan beserta kaos lukis khas Tamansari. Saya sempat berbincang-bincang beberapa menit kepada pemilik rumah, namanya Ibu Titi. Ibu Titi ini adalah salah satu warga di area Tamansari. Desa ini terletak di RT 36 Kampung Taman Kelurahan Patehan Yogyakarta. Beliau memiliki usaha lukisan dan kaos baju lukis khas Tamansari. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa produk yang dia jual tidak ada di toko di luar area Tamansari ini. Produk yang dijual memiliki keunikan sendiri, selain di lukis kaos baju juga berbahan yang berbeda dengan baju-baju biasa.
   Ibu Titi merupakan satu dari beberapa warga yang menjual lukisan dan baju kaos lukis disini. Harga yang ditawarkan mulai dari 150 ribu sampai 300 ribu rupiah. Penjualan dari produk-produk Tamansari kebanyakan melalui online. Saat saya berbincang-bincang para pelancong dari Malaysia turut bertanya-tanya juga mengenai produk ibu Titi.
   Saya sempat terkejut juga saat Ibu Titi mengatakan bahwa kampong ini adalah Kampong Cyber. Saya pernah mendengar mengenai Kampong Cyber di Jogja, dan saya pun baru tahu bahwa tempat inilah Kampong Cyber tersebut. Saya pun lebih terkejut lagi bahwa Pendiri Facebook Mark Zukerberg mendatangi tempat ini saat berada di Jogja waktu itu. Beliau pun meyakinkan saya dengan foto yang saya dan pengunjung lain bisa lihat kebenaran atas apa yang dikatakan Ibu Titi  tersebut di sebuah dinding rumah warga disamping jalan perkampungan ini.
   Setelah berbincang-bincang, rasa penasaran saya muncul dengan foto Mark Zukerberg bersama warga di kampong ini. Ternyata memang foto tersebut ada dan melekat di dinding rumah warga. Nampaknya foto ini menjadi icon baru untuk promosi daearah wisata Tamansari.
   Selanutnya saya mengitari perkampungan ini. Beberapa rumah menjadi gallery lukisan dan sepertinya usaha pribadi sang pemilik rumah. Saya pun sampai di sebuah pasar Ngasem. Saya baru tahu bahwa perkampungan ini tembus sampai ke pasar Ngasem yang terkenal itu.
   Untuk mengitari seluruh area tamansari paling tidak memakan waktu 1,5 jam. Ada baiknya saat Anda kesini dalam keadaan fit dan jangan lupa membeli minuman untuk menghilangkan rasa capek nantinya. Lebih seru jika Anda ke sini dalam suatu rombongan. Kehangatan dan keharmonisan bersama keluarga atau teman Anda tetap terjaga. Rasakan kehangatan sambutan warga sekitar.

7 Tempat yang Wajib Dikunjungi di Sekitar Keraton Yogyakarta (4)

Museum Kereta Keraton Yogyakarta


   Liputan saya berlanjut ke sebuah bangunan tempat penyimpanan ferarinya keraton. Kenapa saya memakai kata “ferarinya” keraton? Disinilah tempat kereta-kereta tua yang dipakai sebagai kendaraan termewah masa itu di jaga dan dirawat.
   Untuk masuk ke museum ini tidak mahal lo cuma 5000 rupiah saja. tapi, karena tujuan saya meliput dan mengambil foto kena tambahan 1000. Total yang saya bayar jadi 6000 rupiah. Kita ambil tiket ke para abdi dalem keraton yang menjaga di dekat pintu masuk. Selain dikasih tiket masuk kertas, kita juga di kasih izin ambil foto berupa kertas juga. Tapi nanti ketika kita sudah kelar lihat-lihatnya kertas ijin dokumentasi harus dikembalikan lagi.
   Bagaimana rasanya ketika saya masuk ke dalam museum ini? Wow, Amazing Man.
   Deretan kereta berjejer memanjang sampai belakang bagian gedung. Masing-masing kereta memiliki nama dan fungsi masing-masing. Kereta ini juga memiliki berbagai macam ukuran dan warna lo. Untuk pembuatan kereta kencana ini berasal dari Belanda, Swiss, dan Spanyol. Beberapa kereta merupakan hadiah untuk Raja Nyayogyakarta masa itu.
   Berdasarkan fungsinya, kereta digunakan untuk berbegai macam acara. Seperti acara untuk pernikahan putri/putra raja, pengangkatan raja yang baru, untuk berperang pada masa itu, dan untuk mengantar jenazah. Saat acara tertentu paling tidak ada 12 kereta yang digunakan dah harus dikeluarkan dari museum, begitulah kata abdi dalem sang penjaga tiket museum.
Jangan lupa membeli cinderamata yang lucu tepat di stand depan museum ya.

Rabu, 18 Maret 2015

7 Tempat yang Wajib Dikunjungi di Sekitar Keraton Yogyakarta (3)

Lukisan Batik Tulis Satria Gallery



   Karya seni yang paling saya kagumi keindahannya adalah lukisan. Saya yang tidak pandai dalam menggambar saat melihat lukisan atau orang yang sedang melukis sangat terkesima. Inilah yang saya rasakan saat berada di Satria Gallery yang berada tidak jauh dari keraton Jogja.
   Tepat dipinggir jalan menuju kawasan keraton ada sebuah lorong berukuran kecil. Tidak banyak yang tahu bahwa di dalam lorong kecil ini terdapat gallery lukisan. Nama tempatnya adalah Satria Gallery. Tempat ini dikelola oleh ibu Herman bersama rekan-rekannya.
   Saya sangat tertarik sekali saat melihat setiap lukisan yang terpajang didinding-dinding ruangan. Ada puluhan lukisan yang terpajang. Ada lukisan abstrak juga ternyata. Untuk ukuran lukisan bervariasi. Ada ukuran yang panjang dan lebar ada juga lukisan dengan ukuran cukup kecil.



   Saya sempat berbincang-bincang dengan ibu Hermanto. Ternyata ibu hermanto ini adalah salah satu pelukis juga. Dari penuturan beliau, gallery ini sudah berdiri sejak 15 tahun yang lalu. Gallery ini berbentuk koperasi dengan nama koperasi satria gallery. Koperasi ini dikelola oleh anggota keluarga abdi dalem keraton. Jumlah pelukis sekaligus pengelola sebanyak 13 orang. Saya lebih terkesima saat beliau mengatakan bahwa setiap pembelian dari lukisan ini, 10 persennya diberikan kepada putra-putri abdi dalem yang kurang mampu.
   Lukisan ini menurutnya dibuat tidak sembarangan. Tiap lukisan dibuat memiliki makna didalamnya. Beliau sempat menunjukkan sebuah lukisan arjuna dan sinta yang menurutnya memiliki makna keawetan dalam hubungan percintaan dan cepat mendapatkan jodoh bagi yang belum memiliki pasangan. Dalam 1 hari koperasi ini bisa menjual 13 buah lukisan. Jika ramai lukisan bisa habis sebanyak 20-30 buah. Harga jual lukisan tidak terlalu mahal. Bagi Anda penikmat keindahan sebuah gambar rentang harga 200 ribu sampai jutaan rupiah menjadi sangat sesuai. Bu hermanto juga memberikan tips untuk menjaga lukisan agar tetap awet. Konsumen Bu Hermanto datang dari penjuru Indonesia dan berbagai negara di dunia seperti Australia, Belanda, Malaysia, Singapura, dan Jerman.



   Saat saya sedang berbincang-bincang dengan Ibu Hermanto, salah seorang konsumen ingin mengambil lukisannya yang sudah dulu dipesan beberapa hari yang lalu. Ibu Nining yang berasal dari luar kota Jogja ini memesan sebuah lukisan kereta kencana. Menurutnya lukisan ini dibuat oleh pelukisnya sebanyak 3 buah dalam satu tahun. Ibu Nining juga mengungkapkan rasa senang dan puasnya mendapatkan lukisan tersebut.
   Tidak terlalu banyak orang yang mengetahui gallery ini. Beberapa pengujung diarahkan oleh tukang becak yang mangkal disekitar keraton. Dari tukang becak inilah pengunjung jadi tahu bahwa disini ada gallery lukisan yang bisa dibeli. Tunggu apa lagi, jika Anda berada di Jogja atau sedang berada di sekitar Malioboro Yogyakarta, mampirlah ke gallery ini.



7 Tempat yang Wajib Dikunjungi di Sekitar Keraton Yogyakarta (2)

Masjid Gede Kauman




   Perjalanan saya lanjutkan ke sebuah masjid yang berdekatan dengan keraton. Masjid ini bernama Masjid Gede Kauman.  Jarak antara keraton dengan masjid hanya sekitar 50 meter. Jadi saya ke sana tinggal jalan kaki saja.
   Saat kita memasuki area masjid, kita memasuki pekarangan luas berlantai semen. Masjid ini dipagari tembok semen yang cukup tinggi memisahkan antara rumah warga dan masjid. Tampak masjid Kauman ini tidak jauh berbeda dengan Masjid Kota Gede malah lebih terlihat mirip.
   Tampak gapura depan masjid persis sama bentuknya dengan Masjid Kota Gede. Namun, yang membedakannya adalah adanya jam dinding yang melekat di tembok bagian atas gapura berada di tengah-tengah lambang kerajaan Ngayogyakarta.
   Masih sama seperti Masjid Kota Gede, masjid ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama merupakan pelataran tempat pengunjung bisa istirahat maupun tidur siang. Sementara bagian dalam merupakan tempat untuk shalat. Dibagian pelataran berdiri beberapa tiang penyanggah dengan ukiran yang indah. Saat kita melongok ke atas, ukiran-ukiran kayu yang menyanggah atap bengunan berwarna keemasan yang mengesankan keindahan tersendiri. Tak lupa lampu gantung turut menghiasi untuk penerangan saat malam tiba.
   Beranjak ke bagian dalam masjid saya melihat mimbar kayu berwarna keemasan berdiri dipaling depan. karpet berwarna merah menghiasi lantai masjid yang menambah keindahannya. Beberapa tiang penyanggah tampak besar-besar. Nampaknya tiang penyanggah ini berupa pohon yang masih utuh. Untuk interior bagian dalam dan atap, Nampak sekali menurut saya lebih indah dari masjid kota gede. Saya juga sempat melihat kamera CCTV yang menempel di didinding kayu masjid untuk menjaga keamanan dari pencurian nampaknya.
   Samping kanan masjid merupakan tempat untuk berwudu. Masih sama seperti masjid kota gede, masjid ini juga dikelilingi kolam air yang tidak berisi ikan. Pada bagian paling depan masjid tertulis sebuah batu yang bertuliskan nama masjid. Sempatkanlah untuk shalat sunnah tahiyatul masjid saat Anda berkunjung kesini ya.

Selasa, 17 Maret 2015

7 Tempat yang Wajib Dikunjungi di Sekitar Keraton Yogyakarta (1)

Perjalanan saya selanjutnya mengarah ke tengah kota Jogja. Ada dua bagian yang ingin saya bagikan kepada pembaca mengenai tempat wisata disini. Bagian pertama adalah tempat-tempat yang wajib Anda kunjungi disekitar Keraton Ngayogyakarto dan bagian kedua adalah tempat-tempat yang wajib Anda kunjungi disekitar jalan Malioboro.

Keraton Ngayogyakarto



Sekitar pukul satu siang saya tiba dalam perjalanan menuju Keraton Ngayogyakarto. Setelah puas melihat megahnya peninggalan kerajaan Mataram Kuno di Kota Gede, saya beranjak ke tengah kota menuju Keraton Ngayogyakarto. Keraton Ngayogyakarto merupakan salah satu pewaris dari kerajaan Mataram Islam. Selain Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat, pewaris lainnya adalah Keraton Surakarta.
Kedua keraton ini merupakan tempat tinggal para raja. Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat dipimpin oleh seorang raja bergelar Sultan Hamengkubuwono sedangkan Keraton Surakata bergelar Sultan Pakubuwono. Hingga saat ini Sultan Jogja sudah sampai generasi yang ke sepuluh dengan gelar Sultan Hamengkubuwono X.
Harga tiket untuk masuk ke dalam kawasan keraton ini cukup murah. Saya hanya mengeluarkan uang 5 ribu rupiah  saja. Saat saya masuk hal pertama yang saya lihat  adalah sebuah stand yang menyediakan cinderamata khas keraton seperti patung mini prajurit keraton, emblem kerajaan, buku, dan masih banyak hal  yang menarik lainnya. Harganya pun tidak lah mahal.
Di bagian dalam saya  melintasi sebuah pelataran luas seperti pendopo dengan tiang-tiang penyanggahnya yang banyak dan tinggi. Di bawah pondok ini dibuka stand informasi bagi pengunjung jika membutuhkan guide untuk mendapatkan penjelasan lebih detail mengenai sejarah keraton. Salah satu pegawai disini mengatakan bahwa harga untuk tour guide di keraton sekitar 30-50 ribu rupiah.
Spot pertama yang saya lihat adalah patung-patung prajurit dengan berseragam perang khas kerajaan sesuai jamannya. Patung-patung ini berada didalam bangunan. Kita hanya bisa melihat patung-patung ini dari balik kaca saja.
Berlanjut ke spot berikutnya adalah sebuah dinding relief perjuangan pangeran Mangkubumi. Perkiraan saya panjang dinding ini sekitar 15 meter. Relief menceritakan perjuangan para prajurit dan masyarakat melawan penjajahan belanda pada masa itu. Tergambar dalam cerita pada dinding itu mereka menggunakan senjata tradisional seperti bambu runcing.
Saat saya melewati anak tangga menuju lebih ke dalam dari area ini, diatas anak tangga ini saya menuju sebuah bangsal yang menjadi tempat raja Jogja duduk saat upacara-upacara penting. Hal menarik bagi saya adalah bangunan-bangunan disamping kiri dan belakang dari bangsal.



Bangunan di kiri bangsal merupakan museum berisi foto-foto acara kerajaan dan foto-foto kereta kerajaan yang sering dipakai raja untuk bepergian. Foto-foto disini terpajang dengan rapi beserta penjelasan singkat mengenainya. Ada lebih dari lima buah foto kereta yang dipajang disini.



Tepat belakang bangsal terdapat bangunan museum yang berisi foto-foto para raja dari raja ke 4 sampai raja terakhir yang ke 10. Selain terpajang foto para raja Ngayogyakarto, disampingnya sebuah diorama prajurit yang sedang berlatih.
Terakhir saat melintasi jalan keluar kita kembali menuruni tangga yang berada di depan bangsal. Mengikuti petunjuk arah keluar, spot terakhir kita akan disuguhkan patung-patung berpakaian keraton. Hingga akhirnya kita akan keluar dari tempat dimana kita masuk  di awal. sebelum pulang sempatkan untuk membeli beberapa buah cinderamata.

Menikmati Kemegahan Bangunan Tua di Kota Gede Yogyakarta



   Perjalanan saya kali ini menuju daerah pemakaman para raja Mataram kuno di Kota Gede Yogyakarta.  Dari pusat kota perjalanan ini memakan waktu kurang lebih 20 menit. Kota Gede berada di arah timur kota Jogja. Untuk bisa ke sana kita bisa menggunakan kendaraan motor maupun mobil.
   Saat melintasi kawasan ini kita akan melewati beberapa toko yang menjual perhiasaan yang terbuat dari perak. Kota Gede terkenal dengan sentral kerajinan  perak. Lebih masuk kedalam kita akan melewati pasar Kota Gede. Di pasar ini tempat transaksi jual beli masyarakat terjadi untuk memenuhi kebutuhan ekonominya.
   Kita harus masuk lebih dalam melalui sisi barat jalan dari pasar untuk sampai ke pemakaman raja-raja Mataram. Berjarak sekitar 100 meter dari pasar, kita akan bertemu dengan  plang bertuliskan Makam Raja-Raja Mataram. Terdapat juga plang yang bertuliskan Masjid Kota Gede. Dari plang tersebut saya mengambil kesimpulan bahwa Makam Raja-Raja Mataram dan Sebuah Masjid terletak dalam satu kawasan.
   Saat mulai masuk kawasan dan memarkirkan kendaraan yang saya bawa, hal menarik yang saya lihat pertama adalah sebuah pohon beringin yang tinggi namun rimbun. Pohon ini terletak disamping rumah warga yang menyatu dengan komplek wisata. Akarnya yang banyak menjulur dari atas ke bawah menandakan kesan angker dan umur pohon yang sudah sangat tua.
   Tujuan saya bukan untuk meneliti pohon tersebut. Saya lebih masuk kedalam area ini. Saat masuk saya melewati sebuah gapura. Gapura ini hampir sama dengan gapura yang sering saya lihat di tv saat meliput berita mengenai Bali. Saya berpikir sepertinya gapura ini masih mencirikan keadaan kepercayaan pada masa lampau yang beragama Hindu.



   Setelah melewati gapura, mata saya tertuju dengan bangunan masjid. Sepertinya inilah masjid pertama yang dibuat saat kerajaan mataram islam berdiri. Didepan masjid terbentang halaman yang cukup luas yang dilindungi dinding khas kerajaan. Dihalam ini berdiri sebuah bangunan seperti tugu dengan ada jam dinding di bagian atasnya. Kemungkinan jam ini dibuat saat masa penjajahan mengingat tidak mungkinnya ada jam dibuat berbarengan dengan masjid ini. Berdiri juga plang berketerangan bahwa bangunan ini dilindungi dan peringatan konsekuensi bagi siapa saja yang merusaknya.
   Masjid kota gede terdiri dari dua bagian. Bagian pertama adalah pelataran sedangkan bagian kedua bagian dalam dimana tempat orang-orang melaksanakan shalat. Dibagian pelataran kebanyakan pengunjung beristirahat untuk sekedar ngobrol ataupun tidur siang menunggu waktu shalat berikutnya. Bagian atas terdapat beberapa ornament seperti lampu gantung dan tulisan kaligrafi yang menempel. Disudut kiri pelataran terdapat lemari yang berisi buku-buku islami dan di depannya berdiri sebuah beduk yang cukup besar.
   Saya masuk ke bagian kedua bangunan ini. Bagian dalam ditopang empat buah tiang penyangga. Bagian atasnya berbentuk limas ciri khas atap sebuah masjid yang mencorong ke atas. Terdapat juga mimbar dari kayu jati yang berwarna hitam kecoklatan. Dimimbar inilah tempat penceramah menyampaikan ceramahnya. Tempat wudu masjid berada persis disamping masjid dengan beberapa buah keran. Pada sisi bagian depan dan samping kiri dan kanan ada sebuah kolam memanjang mengelilingi bagian masjid. Kola ini berisi air namun tidak berisi seekor ikan pun.
   Setelah puas menikmati keindahan masjid Kota Gede saya beralih ke bagian dalam area. Sekali lagi saya harus melewati gapura yang hampir sama bentuknya dengan gapura saat pertama kali masuk kawasan ini. Sebuah bangunan berplang “kelompok usaha bersama”. Di bangunan ini kita bisa membeli beberapa cinderamata khas Jogja. Masih ada beberapa bangunan lainnya dibagian tempat ini.
   Beberapa orang abdi dalem keraton sedang asyik bercengkrama ke sesama mereka. Sebelum masuk lebih dalam ternyata saya harus mengisi buku tamu dan memasukkan uang seikhlasnya ke dalam sebuah kotak kayu. Tidak banyak yang bisa saya beri untuk membeli keindahan  bangunan semegah ini. Akhirnya saya sampai akhir bagian dari bangunan ini. Yaitu sebuah sendang atau kolam yang berada di dalam sebuah bangunan. Kolam ini berisi beberapa jenis ikan. Sendang Selirang terbagi menjadi dua tempat. Sendang pertama digunakan oleh laki-laki dan sendang disampingya digunakan oleh perempuan. Di sendang ini pengunjung boleh mandi. Banyak kepercayaan mistis bagi orang-orang yang melakukan mandi di sendang ini.



   Saya sempat melakukan Tanya jawab kepada beberapa pengunjung. Mereka adalah anak-anak SMA yang bersekolah di Jogja. Mereka sudah beberapa kali ke sini. Namun untuk kali ini, mereka kesini untuk mengerjakan tugas sekolah. Mereka berpendapat disini suasananya tenang dan memiliki pemandangan yang indah.
   Saya kembali ke area dimana para abdi dalem berkumpul dalam sebuah bangunan. Saya tertarik dengan tempat dimana raja-raja pendiri mataram di kebumikan. Untuk masuk ke area pemakaman raja-raja saya harus menggunakan pakaian khusus yang sudah disiapkan oleh para abdi dalem untuk pengunjung. Pakaian tersebut kita bisa sewa dengan harga 15 ribu rupiah sekali pakai. saya masuk ditemani oleh seorang abdi dalem. Saya melewati beberapa buah makam dengan ukuran bermacam-macam. Jalan yang dilapisi karpet warna biru memberi kesan keistimewaan tempat pemakaman ini. Orang-orang yang berkunjung kesini harus sopan dan santun.
   Saya berada di dalam sebuah bangunan yang didalamnya terdapat berbagai makam. Saya ditunjukkan dua buah makam yang berada sekitar sudut ruangan. Makam pertama adalah makam Ki Gede Pemanahan. Makam ini berada di bawah atap berkelambu. Begitu juga makam Panembahan senopati yang berada di sampingnya yang juga berkelambu. Hanya sekitar 10 menit saja saya di area pemakaman ini karena tujuan saya hanya melihat saja. Menurut abdi dalem para pengunjung memiliki tujuan masing-masing saat ke area ini. Ada yang meminta kesuksesan sehingga mereka berlama-lama di sini. Di dalam area pemakaman kita tidak boleh membawa alat komunikasi dan kamera untuk meliput.
   Sebelum saya beranjak pergi dari tempat wisata masjid dan pemakaman raja di kota gede, saya sempat melakukan wawancara singkat kepada salah seorang abdi dalem. Saya sempat menanyakan keberadaan pohon beringin yang berada di depan area masuk. Abdi dalem yang bernama Bapak Purwanto menjelaskan bahwa pohon tersebut sudah berumur 500an tahun. Pohon tersebut ditanam oleh Sunan Kali jaga sebagai penanda kawasan yang akan diberikan oleh Raja Pajang kepada Ki Gede Pemanahan sebagai hadiah karena berhasil membunuh Arya Penangsang yang menjadi musuh kerajaan. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa keraton atau kerajaan mataram pertama kali berdiri disini. Beliau menunjuk kea rah barat sekitar 300 meter dari kawasan pemakaman raja mataram. Namun katanya keraton tersebut sudah tidak ada lagi karena reruntuhannya sudah hilang. Kini kawasan keraton sudah beralih fungsi menjadi kawasan pemukiman warga Kota Gede. Bapak purwanto sempat menyinggung karirnya sebagai abdi dalem. Beliau merasa bersyukur sebagai abdi dalem hingga kini hidupnya tentram dan nyaman sebagai perwakilan raja menjaga situs budaya Jogja.

Senin, 16 Maret 2015

Mengenang Kemegahan Situs Warungboto Salah Satu Pesanggrahan Hamengkubuwono ke 2



   Matahari terik menyengat menyinari dua orang laki-laki yang sedang bercengkrama dibalik dinding setengah runtuh itu. Laki-laki pertama sepertinya masih terlihat muda dengan tubuh yang cukup pendek cenderung tegap. Sementara laki-laki yang berada disampingnya terlihat letih dengan sekali-kali berhenti setelah mencangkul beberapa kali.
   Mereka adalah bapak Eko dan bapak Darto yang sudah lama bekerja membersihkan area bangunan tua yang bernama Pesanggrahan Rejowinangun. Setiap harinya mereka membersihkan rumput-rumput yang tumbuh serta lumut-lumut yang menempel pada dinding bangunan. Mereka adalah dua orang yang dipekerjakan secara bergilir untuk melestarikan bangunan cagar budaya di Yogyakarta.
   Bapak Eko dan bapak Darto adalah dua orang yang turut andil dalam menjaga bangunan tua di Jogja. Bapak Eko sudah dua tahun bekerja untuk menjaga kelestarian dan kebersihan Pesanggrahan ini. Sebelum ditempatkan di Pesanggrahan Rejowinangun, dia menjaga di pesanggrahan Gua Siluman yang berada di Wonocatur, Sleman. Sementara itu, bapak Darto baru berada di Pesanggrahan bersama bapak Eko satu bulan yang lalu. Sebelumnya Pak Darto menjaga Gua Siluman selama dua tahun. Namun untuk pengalaman menjaga bangunan cagar budaya, Bapak Darto sudah lebih dahulu dari Bapak eko.
   Ada banyak cerita yang dibagikan oleh mereka saat saya mengajukan beberapa pertanyaan seputar bangunan tua ini. Mereka menuturkan bahwa bangunan ini dulunya adalah tempat peristirahatan para raja saat melakukan perjalanan. Lebih lanjut Pak Darto menjelaskan bahwa runtuhnya bangunan ini dikarenakan peperangan dan bencana alam. Bencana alam itu seperti gempa dengan berkekuatan besar yang melanda Kerajaan Ngayoogyakarta masa itu.
  Nama lain dari Pasenggrahan Rejowinangun ini adalah Situs Warungboto. Letak bangunan ini berada di Jalan Veteran, kelurahan Warungboto. Untuk mempermudah warga mengingat bangunan ini maka warga sekitar memberi nama dengan Situs Warungboto. Situs warungboto merupakan salah satu dari beberapa pesanggrahan yang dibuat oleh Hamengkubuwono II.
   Meskipun berada di pinggir jalan bangunan ini seperti terlepas dari pandangan orang yang berlalu lalang didepannya. Selain tidak memperlihatkan sebuah bangunan utuh, dinding bangunan juga ditumbuhi lumut sehingga kesan keindahan dan keistimewaan yang dikandungnya menjadi hilang. Namun bila Anda sedikit penasaran saja dan menyempatkan untuk berkunjung kesini, keindahan dari sisi dalam bangunan ini masih cukup tersisa.
   Pada bagian depan yang berbatasan langsung dengan jalan raya berfungsi sebagai bangsal atau lobby. Di area ini kita bisa melihat pemandangan seluruh komplek bangunan. Bergerak ke bawah bagian tengah kita akan menemukan dua tangga yang saling bersisian menuju bagian bangsal. Saat kita melihat ke bagian belakang sedikit ketengah, kita akan melihat di bagian paling bawah terdapat dua buah kolam yang saling terhubung. Kolam pertama membentuk lingkaran yang menjadi sumber air mancur. Sedangkan kolam kedua berbentuk kotak dengan luas kurang lebih 40 meter persegi.
   Pada sisi paling belakang terdapat area yang masih cukup lebih baik dari area sekitarnya. Dinding-dinding yang membentuk area ini masih berdiri kokoh. Dari area ini kita juga bisa menikmati pemandangan kolam dari sisi dinding yang memiliki jendela berbentuk persegi yang menghadap ke barat menuju jalan raya.
   Saya sempat bertemu dan berbincang dengan beberapa rombongan pengunjung. Mereka adalah para siswa SMP yang bersekolah di Jogja. Mereka mengatakan baru kali ini ke sini. Saat saya Tanya tau bangunan ini dari mana, mereka mengatakan melihat dari foto instagram dai ponsel  salah seorang teman mereka. Mereka berharap bangunan ini tetap lesari dan dapat pugar kembali.
   Untuk menjaga dari aksi tangan jahil, bangunan ini dipagari dengan kawat besi disekelilingnya. Reruntuhan bangunan bisa saja hilang diambil oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, Bapak Eko mengatakan bahwa air yang berada di kolam dulunya memancar deras, namun karena banyaknya sumur warga air menjadi sedikit hingga akhirnya menghilang. Tidak tampak sedikitpun air yang mengisi kedua kolam tersebut.
   Saya sempat mencari beberapa informasi tambahan mengenai Situs Warungboto saat menulis artikel ini. Beberapa blog dan situs yang lebih dulu menginformasikan ditulis bahwa terdapat patung burung Garuda dan patung Naga yang menjadi ornament bangunan. Namun, saat berada disana, saya tidak melihat patung yang dimaksud.
   Tempat wisata ini cukup mudah untuk di datangi. Kurang lebih hanya 15 menit dari pusat kota. Dari pusat kota Jogja, Anda bisa melewati Jalan Kusumanegara kearah Kebun Binatang Gembiraloka. Saat perempatan pabrik susu SGM Anda berbelok ke arah selatan sejauh 1 kilometer. Bangunan Pesanggrahan Rejowinangun terletak disisi kanan jalan raya dan ditandai dengan dua buah plang nama bangunan sebagai keterangan bahwa bangunan merupakan cagar budaya. Anda juga tidak perlu merogoh kocek untuk dapat menikmati keindahan yang masih tertinggal di dalamnya.