Selasa, 17 Maret 2015

Menikmati Kemegahan Bangunan Tua di Kota Gede Yogyakarta



   Perjalanan saya kali ini menuju daerah pemakaman para raja Mataram kuno di Kota Gede Yogyakarta.  Dari pusat kota perjalanan ini memakan waktu kurang lebih 20 menit. Kota Gede berada di arah timur kota Jogja. Untuk bisa ke sana kita bisa menggunakan kendaraan motor maupun mobil.
   Saat melintasi kawasan ini kita akan melewati beberapa toko yang menjual perhiasaan yang terbuat dari perak. Kota Gede terkenal dengan sentral kerajinan  perak. Lebih masuk kedalam kita akan melewati pasar Kota Gede. Di pasar ini tempat transaksi jual beli masyarakat terjadi untuk memenuhi kebutuhan ekonominya.
   Kita harus masuk lebih dalam melalui sisi barat jalan dari pasar untuk sampai ke pemakaman raja-raja Mataram. Berjarak sekitar 100 meter dari pasar, kita akan bertemu dengan  plang bertuliskan Makam Raja-Raja Mataram. Terdapat juga plang yang bertuliskan Masjid Kota Gede. Dari plang tersebut saya mengambil kesimpulan bahwa Makam Raja-Raja Mataram dan Sebuah Masjid terletak dalam satu kawasan.
   Saat mulai masuk kawasan dan memarkirkan kendaraan yang saya bawa, hal menarik yang saya lihat pertama adalah sebuah pohon beringin yang tinggi namun rimbun. Pohon ini terletak disamping rumah warga yang menyatu dengan komplek wisata. Akarnya yang banyak menjulur dari atas ke bawah menandakan kesan angker dan umur pohon yang sudah sangat tua.
   Tujuan saya bukan untuk meneliti pohon tersebut. Saya lebih masuk kedalam area ini. Saat masuk saya melewati sebuah gapura. Gapura ini hampir sama dengan gapura yang sering saya lihat di tv saat meliput berita mengenai Bali. Saya berpikir sepertinya gapura ini masih mencirikan keadaan kepercayaan pada masa lampau yang beragama Hindu.



   Setelah melewati gapura, mata saya tertuju dengan bangunan masjid. Sepertinya inilah masjid pertama yang dibuat saat kerajaan mataram islam berdiri. Didepan masjid terbentang halaman yang cukup luas yang dilindungi dinding khas kerajaan. Dihalam ini berdiri sebuah bangunan seperti tugu dengan ada jam dinding di bagian atasnya. Kemungkinan jam ini dibuat saat masa penjajahan mengingat tidak mungkinnya ada jam dibuat berbarengan dengan masjid ini. Berdiri juga plang berketerangan bahwa bangunan ini dilindungi dan peringatan konsekuensi bagi siapa saja yang merusaknya.
   Masjid kota gede terdiri dari dua bagian. Bagian pertama adalah pelataran sedangkan bagian kedua bagian dalam dimana tempat orang-orang melaksanakan shalat. Dibagian pelataran kebanyakan pengunjung beristirahat untuk sekedar ngobrol ataupun tidur siang menunggu waktu shalat berikutnya. Bagian atas terdapat beberapa ornament seperti lampu gantung dan tulisan kaligrafi yang menempel. Disudut kiri pelataran terdapat lemari yang berisi buku-buku islami dan di depannya berdiri sebuah beduk yang cukup besar.
   Saya masuk ke bagian kedua bangunan ini. Bagian dalam ditopang empat buah tiang penyangga. Bagian atasnya berbentuk limas ciri khas atap sebuah masjid yang mencorong ke atas. Terdapat juga mimbar dari kayu jati yang berwarna hitam kecoklatan. Dimimbar inilah tempat penceramah menyampaikan ceramahnya. Tempat wudu masjid berada persis disamping masjid dengan beberapa buah keran. Pada sisi bagian depan dan samping kiri dan kanan ada sebuah kolam memanjang mengelilingi bagian masjid. Kola ini berisi air namun tidak berisi seekor ikan pun.
   Setelah puas menikmati keindahan masjid Kota Gede saya beralih ke bagian dalam area. Sekali lagi saya harus melewati gapura yang hampir sama bentuknya dengan gapura saat pertama kali masuk kawasan ini. Sebuah bangunan berplang “kelompok usaha bersama”. Di bangunan ini kita bisa membeli beberapa cinderamata khas Jogja. Masih ada beberapa bangunan lainnya dibagian tempat ini.
   Beberapa orang abdi dalem keraton sedang asyik bercengkrama ke sesama mereka. Sebelum masuk lebih dalam ternyata saya harus mengisi buku tamu dan memasukkan uang seikhlasnya ke dalam sebuah kotak kayu. Tidak banyak yang bisa saya beri untuk membeli keindahan  bangunan semegah ini. Akhirnya saya sampai akhir bagian dari bangunan ini. Yaitu sebuah sendang atau kolam yang berada di dalam sebuah bangunan. Kolam ini berisi beberapa jenis ikan. Sendang Selirang terbagi menjadi dua tempat. Sendang pertama digunakan oleh laki-laki dan sendang disampingya digunakan oleh perempuan. Di sendang ini pengunjung boleh mandi. Banyak kepercayaan mistis bagi orang-orang yang melakukan mandi di sendang ini.



   Saya sempat melakukan Tanya jawab kepada beberapa pengunjung. Mereka adalah anak-anak SMA yang bersekolah di Jogja. Mereka sudah beberapa kali ke sini. Namun untuk kali ini, mereka kesini untuk mengerjakan tugas sekolah. Mereka berpendapat disini suasananya tenang dan memiliki pemandangan yang indah.
   Saya kembali ke area dimana para abdi dalem berkumpul dalam sebuah bangunan. Saya tertarik dengan tempat dimana raja-raja pendiri mataram di kebumikan. Untuk masuk ke area pemakaman raja-raja saya harus menggunakan pakaian khusus yang sudah disiapkan oleh para abdi dalem untuk pengunjung. Pakaian tersebut kita bisa sewa dengan harga 15 ribu rupiah sekali pakai. saya masuk ditemani oleh seorang abdi dalem. Saya melewati beberapa buah makam dengan ukuran bermacam-macam. Jalan yang dilapisi karpet warna biru memberi kesan keistimewaan tempat pemakaman ini. Orang-orang yang berkunjung kesini harus sopan dan santun.
   Saya berada di dalam sebuah bangunan yang didalamnya terdapat berbagai makam. Saya ditunjukkan dua buah makam yang berada sekitar sudut ruangan. Makam pertama adalah makam Ki Gede Pemanahan. Makam ini berada di bawah atap berkelambu. Begitu juga makam Panembahan senopati yang berada di sampingnya yang juga berkelambu. Hanya sekitar 10 menit saja saya di area pemakaman ini karena tujuan saya hanya melihat saja. Menurut abdi dalem para pengunjung memiliki tujuan masing-masing saat ke area ini. Ada yang meminta kesuksesan sehingga mereka berlama-lama di sini. Di dalam area pemakaman kita tidak boleh membawa alat komunikasi dan kamera untuk meliput.
   Sebelum saya beranjak pergi dari tempat wisata masjid dan pemakaman raja di kota gede, saya sempat melakukan wawancara singkat kepada salah seorang abdi dalem. Saya sempat menanyakan keberadaan pohon beringin yang berada di depan area masuk. Abdi dalem yang bernama Bapak Purwanto menjelaskan bahwa pohon tersebut sudah berumur 500an tahun. Pohon tersebut ditanam oleh Sunan Kali jaga sebagai penanda kawasan yang akan diberikan oleh Raja Pajang kepada Ki Gede Pemanahan sebagai hadiah karena berhasil membunuh Arya Penangsang yang menjadi musuh kerajaan. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa keraton atau kerajaan mataram pertama kali berdiri disini. Beliau menunjuk kea rah barat sekitar 300 meter dari kawasan pemakaman raja mataram. Namun katanya keraton tersebut sudah tidak ada lagi karena reruntuhannya sudah hilang. Kini kawasan keraton sudah beralih fungsi menjadi kawasan pemukiman warga Kota Gede. Bapak purwanto sempat menyinggung karirnya sebagai abdi dalem. Beliau merasa bersyukur sebagai abdi dalem hingga kini hidupnya tentram dan nyaman sebagai perwakilan raja menjaga situs budaya Jogja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar