Saat melintasi kawasan ini kita
akan melewati beberapa toko yang menjual perhiasaan yang terbuat dari perak. Kota
Gede terkenal dengan sentral kerajinan
perak. Lebih masuk kedalam kita akan melewati pasar Kota Gede. Di pasar
ini tempat transaksi jual beli masyarakat terjadi untuk memenuhi kebutuhan
ekonominya.
Kita harus masuk lebih dalam
melalui sisi barat jalan dari pasar untuk sampai ke pemakaman raja-raja Mataram.
Berjarak sekitar 100 meter dari pasar, kita akan bertemu dengan plang bertuliskan Makam Raja-Raja Mataram.
Terdapat juga plang yang bertuliskan Masjid Kota Gede. Dari plang tersebut saya
mengambil kesimpulan bahwa Makam Raja-Raja Mataram dan Sebuah Masjid terletak
dalam satu kawasan.
Saat mulai masuk kawasan dan
memarkirkan kendaraan yang saya bawa, hal menarik yang saya lihat pertama
adalah sebuah pohon beringin yang tinggi namun rimbun. Pohon ini terletak
disamping rumah warga yang menyatu dengan komplek wisata. Akarnya yang banyak
menjulur dari atas ke bawah menandakan kesan angker dan umur pohon yang sudah
sangat tua.
Tujuan saya bukan untuk meneliti
pohon tersebut. Saya lebih masuk kedalam area ini. Saat masuk saya melewati
sebuah gapura. Gapura ini hampir sama dengan gapura yang sering saya lihat di tv
saat meliput berita mengenai Bali. Saya berpikir sepertinya gapura ini masih
mencirikan keadaan kepercayaan pada masa lampau yang beragama Hindu.
Setelah melewati gapura, mata
saya tertuju dengan bangunan masjid. Sepertinya inilah masjid pertama yang
dibuat saat kerajaan mataram islam berdiri. Didepan masjid terbentang halaman
yang cukup luas yang dilindungi dinding khas kerajaan. Dihalam ini berdiri
sebuah bangunan seperti tugu dengan ada jam dinding di bagian atasnya.
Kemungkinan jam ini dibuat saat masa penjajahan mengingat tidak mungkinnya ada
jam dibuat berbarengan dengan masjid ini. Berdiri juga plang berketerangan
bahwa bangunan ini dilindungi dan peringatan konsekuensi bagi siapa saja yang
merusaknya.
Masjid kota gede terdiri dari dua
bagian. Bagian pertama adalah pelataran sedangkan bagian kedua bagian dalam
dimana tempat orang-orang melaksanakan shalat. Dibagian pelataran kebanyakan
pengunjung beristirahat untuk sekedar ngobrol ataupun tidur siang menunggu
waktu shalat berikutnya. Bagian atas terdapat beberapa ornament seperti lampu
gantung dan tulisan kaligrafi yang menempel. Disudut kiri pelataran terdapat
lemari yang berisi buku-buku islami dan di depannya berdiri sebuah beduk yang
cukup besar.
Saya masuk ke bagian kedua bangunan
ini. Bagian dalam ditopang empat buah tiang penyangga. Bagian atasnya berbentuk
limas ciri khas atap sebuah masjid yang mencorong ke atas. Terdapat juga mimbar
dari kayu jati yang berwarna hitam kecoklatan. Dimimbar inilah tempat
penceramah menyampaikan ceramahnya. Tempat wudu masjid berada persis disamping
masjid dengan beberapa buah keran. Pada sisi bagian depan dan samping kiri dan
kanan ada sebuah kolam memanjang mengelilingi bagian masjid. Kola ini berisi
air namun tidak berisi seekor ikan pun.
Setelah puas menikmati keindahan
masjid Kota Gede saya beralih ke bagian dalam area. Sekali lagi saya harus
melewati gapura yang hampir sama bentuknya dengan gapura saat pertama kali
masuk kawasan ini. Sebuah bangunan berplang “kelompok usaha bersama”. Di bangunan
ini kita bisa membeli beberapa cinderamata khas Jogja. Masih ada beberapa
bangunan lainnya dibagian tempat ini.
Beberapa orang abdi dalem keraton
sedang asyik bercengkrama ke sesama mereka. Sebelum masuk lebih dalam ternyata
saya harus mengisi buku tamu dan memasukkan uang seikhlasnya ke dalam sebuah
kotak kayu. Tidak banyak yang bisa saya beri untuk membeli keindahan bangunan semegah ini. Akhirnya saya sampai
akhir bagian dari bangunan ini. Yaitu sebuah sendang atau kolam yang berada di
dalam sebuah bangunan. Kolam ini berisi beberapa jenis ikan. Sendang Selirang
terbagi menjadi dua tempat. Sendang pertama digunakan oleh laki-laki dan
sendang disampingya digunakan oleh perempuan. Di sendang ini pengunjung boleh
mandi. Banyak kepercayaan mistis bagi orang-orang yang melakukan mandi di
sendang ini.
Saya sempat melakukan Tanya jawab
kepada beberapa pengunjung. Mereka adalah anak-anak SMA yang bersekolah di
Jogja. Mereka sudah beberapa kali ke sini. Namun untuk kali ini, mereka kesini
untuk mengerjakan tugas sekolah. Mereka berpendapat disini suasananya tenang
dan memiliki pemandangan yang indah.
Saya kembali ke area dimana para
abdi dalem berkumpul dalam sebuah bangunan. Saya tertarik dengan tempat dimana
raja-raja pendiri mataram di kebumikan. Untuk masuk ke area pemakaman raja-raja
saya harus menggunakan pakaian khusus yang sudah disiapkan oleh para abdi dalem
untuk pengunjung. Pakaian tersebut kita bisa sewa dengan harga 15 ribu rupiah
sekali pakai. saya masuk ditemani oleh seorang abdi dalem. Saya melewati
beberapa buah makam dengan ukuran bermacam-macam. Jalan yang dilapisi karpet
warna biru memberi kesan keistimewaan tempat pemakaman ini. Orang-orang yang
berkunjung kesini harus sopan dan santun.
Saya berada di dalam sebuah
bangunan yang didalamnya terdapat berbagai makam. Saya ditunjukkan dua buah
makam yang berada sekitar sudut ruangan. Makam pertama adalah makam Ki Gede
Pemanahan. Makam ini berada di bawah atap berkelambu. Begitu juga makam
Panembahan senopati yang berada di sampingnya yang juga berkelambu. Hanya
sekitar 10 menit saja saya di area pemakaman ini karena tujuan saya hanya
melihat saja. Menurut abdi dalem para pengunjung memiliki tujuan masing-masing
saat ke area ini. Ada yang meminta kesuksesan sehingga mereka berlama-lama di
sini. Di dalam area pemakaman kita tidak boleh membawa alat komunikasi dan
kamera untuk meliput.
Sebelum saya beranjak pergi dari
tempat wisata masjid dan pemakaman raja di kota gede, saya sempat melakukan
wawancara singkat kepada salah seorang abdi dalem. Saya sempat menanyakan
keberadaan pohon beringin yang berada di depan area masuk. Abdi dalem yang
bernama Bapak Purwanto menjelaskan bahwa pohon tersebut sudah berumur 500an
tahun. Pohon tersebut ditanam oleh Sunan Kali jaga sebagai penanda kawasan yang
akan diberikan oleh Raja Pajang kepada Ki Gede Pemanahan sebagai hadiah karena
berhasil membunuh Arya Penangsang yang menjadi musuh kerajaan. Lebih lanjut
beliau mengatakan bahwa keraton atau kerajaan mataram pertama kali berdiri disini.
Beliau menunjuk kea rah barat sekitar 300 meter dari kawasan pemakaman raja
mataram. Namun katanya keraton tersebut sudah tidak ada lagi karena
reruntuhannya sudah hilang. Kini kawasan keraton sudah beralih fungsi menjadi
kawasan pemukiman warga Kota Gede. Bapak purwanto sempat menyinggung karirnya
sebagai abdi dalem. Beliau merasa bersyukur sebagai abdi dalem hingga kini
hidupnya tentram dan nyaman sebagai perwakilan raja menjaga situs budaya Jogja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar